[FANFIC CONTEST] EXOKids #3


FanFic Contest : #4 #5

EXO KIDS: WE’RE GROWIN’ TOGETHER AND FOREVER ONE!

Seorang anak berumur enam tahunan menatap orang-orang yang lalu-lalang di sekitarnya. Dia menggigit bibir bawahnya dengan gelisah, lalu melirik ke arah jam tangan warna biru cerah yang ia gunakan. Begitu tahu ia telah lama berdiri sekitar sepuluh menit, anak itu menarik nafas berat, ingin berhenti menunggu dan segera pergi saja.

Tapi ia tak bisa. Bagaimanapun, ia datang ke tempat itu untuk bersekolah. Dan karena ini hari pertamanya, ia begitu gugup dan gelisah, terlebih tanpa sang kakak yang biasanya dapat selalu ia andalkan.

“Yah!”

Anak kecil berambut cepat kecokelatan itu terdorong ke depan karena seseorang mendorongnya cukup keras. Antara kesal dan terkejut, anak tersebut membalikkan badan dan ternganga.

Dia melihat sosok yang lebih tinggi darinya beberapa inci, berambut ikal cokelat, menatapnya datar.

“N-Ne?” jawab anak itu.

“Kau murid baru itu?” si Ikal melipat tangan di depan dada dan mengerucutkan bibir, mencibir. “Byun Baekhyun kan?”

“Ne,” anak kecil itu, Baekhyun, menjawab dengan mata masih membesar. “Kenalkan, aku Baekhyun….”

“Aku sudah tahu!” si Ikal membentak, melotot. “Aku kan sudah bilang tadi! Tch!”

“Ah…,” Baekhyun merasa gelisah dan menarik tangannya yang semula ia ulurkan. Padahal kakaknya sudah mengajarinya cara berteman yang baik, mulai dari saling mengenalkan nama, tapi kelihatannya si Ikal tidak menyukainya.

“Kau, Baekhyun-ah, dengar,” si Ikal mendekatkan wajahnya hingga hanya menyisakan jarak tak sampai sepuluh senti dari Baekhyun, membuat anak kecil itu menahan nafas sesaat, lalu si Ikal melanjutkan. “Jangan berani-berani padaku, kau mengerti?”

Baekhyun merasakan lehernya sakit karena ia menahan tangis yang ingin pecah, namun yang dilakukannya hanya mengangguk patuh.

“Bagus,” si Ikal menarik tubuhnya yang semula condong menjadi tegap kembali, menatap rendah Baekhyun yang lebih pendek darinya. “Kalau begitu, ikuti aku sekarang. Akan kutunjukkan kelasmu.”

Si Ikal berbalik dan mulai melangkah, meninggalkan Baekhyun yang termangu tak mengerti.

“Eh?” hanya itu yang keluar dari bibir mungilnya, namun cukup untuk didengar si Ikal sehingga membuat anak jangkung itu berbalik.

“Waeyo?” tanyanya kesal, kembali melangkah ke arah Baekhyun. “Kau tidak dengar aku tadi bilang apa? Kau kan punya dua telinga dan tidak tuli??”

“K-kupikir kau tidak ingin aku macam-macam…,” Baekhyun bergumam, masih menatap mata besar si Ikal yang kecokelatan.

“Memang, duh,” si Ikal menepuk keningnya kesal. “Kau tahu apa sih? Aku disuruh sonsaengnim untuk menjagamu di sekolah ini, kau mengerti? Nanti akan kukenalkan pada teman-temanku, tapi jangan belagak ya.”

“Ah,” Baekhyun merasa sedikit lega mengetahui si Ikal bukan orang jahat seperti yang ia sangka. “Gomawo, …er….”

“Aku Park Chanyeol,” si Ikal berkata, kini menyeringai lebar dan menampakkan semua giginya, membuat Baekhyun langsung teringat tokoh kartun Stitch. “Kau boleh memanggilkan Chanyeol.”

“Ne, Chanyeol-ah,” Baekhyun mengangguk bersemangat, mulai tersenyum. Ia langsung melangkah maju dan menggenggam tangan Chanyeol yang tenggelam setengah dibalik lengan sweaternya.

Sementara Chanyeol sedikit tersentak kaget. Ia mengangkat tangannya, melihat jemari Baekhyun yang sudah bertautan dengan jemarinya dengan sempurna, lalu merasakan wajahnya memanas.

“Apa yang kau lakukan?” tanyanya pada Baekhyun, menutup mulutnya dengan punggung tangan satu lagi. Baekhyun malah menatapnya dengan tatapan sepolos porselen.

“Ah, ini?” Baekhyun tertawa kecil melihat tangannya yang ikut terangkat. “Kata Do hyung, aku harus berpegangan tangan agar tak tersesat. Kau tahu… aku gampang sekali hilang,” Baekhyun mengangkat bahu. “Ah, Chanyeol-ah, kau baik-baik saja? Wajahmu merah sekali,” Baekhyun mengulurkan tangannya ingin memeriksa kening Chanyeol, tapi anak itu langsung mundur dan memalingkan muka.

“Aku baik,” gumamnya ketus. “Kita akan terlambat. Ayo.”

Baekhyun hanya mengangkat bahu tak mengerti, langsung tertarik Chanyeol yang berjalan tergesa.

Mereka berdua sedikit berlari kecil melewati kerumunan orang dewasa yang memenuhi lapangan sekolah. Wajar, karena ini tahun ajaran baru, banyak murid baru yang menjadi adik kelas mereka di Taman Bermain. Baekhyun membiarkan kaki kecilnya berlari mengejar Chanyeol yang sangat cepat, namun matanya melekat pada bayangan-bayangan di sekeliling mereka.

Ia melihat sosok seorang ibu yang menenangkan anaknya yang menangis, membelainya dengan lembut dan memeluknya sayang. Ia melihat seorang ayah yang sedang tertawa dengan anaknya yang tengah duduk di bahunya, melonjak-lonjak membuat tawa anak itu semakin keras.

Baekhyun merasakan pandangannya mengabur. Ia dan kakaknya tinggal di panti asuhan yang nyaris bangkrut karena terlilit hutang di pinggir kota. Hanya mereka anak kecil di sana, yang lainnya sudah bersekolah menengah atas dan kuliah, bahkan bekerja. Kakak angkatnya, Do Kyungsoo, sudah menganggapnya seperti adik kandung sendiri dan mereka saling menjaga satu sama lain.

Hanya saja, hari ini Baekhyun harus masuk sekolah baru karena ia tak bisa membayar biaya di sekolah lama. Padahal di sekolah itu ia bisa bersama dengan Do hyung. Jadi hari ini dia harus menghadapi rasa takutnya sendirian, tapi ia bersyukur ada Chanyeol yang menemaninya setelah setengah jam harus sendiri di tempat asing.

Karena sibuk melamun, Baekhyun tak memperhatikan jalan dan dia menabrak punggung Chanyeol yang sudah berhenti. Keduanya terdorong dan terjungkal.

“Aduh!” seru Chanyeol kesakitan, jatuh telungkup.

“Aduh!” seru Baekhyun, merasakan nyeri di pantat dan telapak tangannya yang bergesekan dengan lapangan paving.

Chanyeol mendorong dirinya bangkit dan dia menggerutu, membersihkan diri dan berbalik, berkacak pinggang pada Baekhyun dengan mata membesar.

“Apa yang kau lakukan?!” bentak Chanyeol marah. “Lihat dirimu!”

“M-mianhae…,” Baekhyun berkata pelan.

“Belum-belum kau sudah membuat masalah!” omel Chanyeol lagi, lalu membungkuk dan menarik pergelangan tangan Baekhyun, membantu anak itu berdiri. “Kita sudah sampai di depan kelas.”

“Oh, baik,” Baekhyun berusaha tersenyum senang, tapi melihat Chanyeol malah mengerutkan kening, anak itu tahu ada yang tak beres dengan ekspresinya barusan.

“Kenapa meringis begitu?” Chanyeol bertanya dengan satu alis terangkat. “Apa kau terluka?”

Baekhyun menggeleng cepat. “Aku baik-baik saja Chanyeol-ah,” ia berusaha memberi gerakan tangan yang tepat, namun sebuah kesalahan menunjukkan telapak tangannya pada Chanyeol. Mata anak itu lebih membesar.

“Lihat tanganmu!” Chanyeol berseru. “Kau berdarah!”

“Ah?” Baekhyun tersadar dan melihat telapak tangannya sendiri. Ia juga merasa ngeri melihat telapak tangannya yang kotor dengan beberapa bagian kulit mengelupas dan mengeluarkan beberapa titik dan tetes cairan berwarna merah pekat.

Chanyeol kelihatan ingin berkata lagi, namun tiba-tiba pintu di belakangnya terbuka. Chanyeol memutar tubuhnya dalam sekejap mata, sementara di belakang, Baekhyun berusaha mengintip dari balik bahunya.

“Kau berisik sekali, Chanyeol,” terdengar suara berat seseorang. “Apa yang kau lakukan di luar sini? Ayo masuk.”

“Chris hyung!” seru Chanyeol. “Maaf sudah mengganggu… aku hanya―”

“Ada apa?” sosok lain muncul dari punggung Chris, si anak dengan tampang datar dan tatapan dingin, melongok dengan menekan bahu Chris agar anak itu sedikit memberi ruang untuknya. “Ah, Chanyeol-ah! Mana anak barunya?”

“Menyingkir dariku, Chen,” geram Chris, memutar bola mata dan menyingkir. “Kau tahu aku tidak suka sentuhan.”

“Ah, ya, akan kukatakan itu pada Tao-chan,” Chen tersenyum meledek.

“Berhenti memanggilnya seperti itu,” Chris memberi Chen tatapan membunuh.

“Hyung,” sela Chanyeol. “Berhenti bertengkar, oke? Kalian tidak malu pada Baekhyun?”

“Baekhyun? Ah, anak baru itu ya? Dia di mana?” Chen menoleh pada Chanyeol, lalu bersitatap dengan mata Baekhyun di balik bahu Chanyeol. “Ah! Kau disana!”

Chen merengsek maju dan mendorong Chanyeol. Ia tersenyum ramah pada Baekhyun, lalu melambai kecil.

“Annyeong! Aku Kim Jongdae, tapi kau bisa memanggilku Chen,” dia tersenyum ramah. “Dan kau sudah bertemu dengan Chris-kun kan? Itu dia, si pirang tanpa hati,” Chen menunjuk ke arah anak tanpa ekspresi yang masih bersandar pada kusen pintu, memberinya tatapan dingin. “Jangan hiraukan dia, dia hanya ramah pada Tao-chan di kelas sebelah.”

“CHEN,” Chris berkata mengingatkan.

“Baiklah, baiklah,” Chen tertawa. “Selamat datang di kelas kami, Baekhyun-ah! Senang melihatmu!”

Dan Chen mengulurkan tangannya untuk jabat tangan. Baekhyun juga refleks mengulurkan tangan serta menggenggam tangan Chen, langsung mengguncangkannya atas-bawah, namun tak sampai sedetik dia sudah meringis.

“Ada apa?” Chen bertanya khawatir.

“Hyung!” Chanyeol berseru dan menarik lengan Chen agar melepaskan tangan Baekhyun. “Tangannya terluka, kami tadi jatuh di depan kelas dan dia berdarah….”

“Mwo? Chinja?” Chen menarik tangannya, lalu melihat darah Baekhyun di telapak tangannya yang pucat dan wajahnya langsung pias. “Omo, gomenne Baekhyun-ah, aku tidak tahu….”

“Jangan mencampur adukkan bahasa, Chen,” ucap Chris, namun Chen malah meleletkan lidah tak peduli.

“Aku akan membawanya ke ruang kesehatan,” Chanyeol berkata. “Beritahu guru ya?”

“Jangan khawatir, rawat saja dia,” Chris berkata, menarik bahu Chen masuk. “Hati-hati.”

“Neh, hyung,” Chanyeol menyeringai, lalu berbalik dan menatap Baekhyun. “Ayo!”

***

Baekhyun memperhatikan sekelilingnya dengan rasa tertarik yang besar.  Ia selalu begitu jika berada di lingkungan yang baru, dan itu membuatnya lebih cepat beradaptasi. Anak itu juga mengayunkan kakinya maju-mundur, karena dia sedang duduk di tempat yang lumayan tinggi, yaitu ranjang ruang kesehatan.

Sementara di sampingnya, Chanyeol sibuk membongkar semacam kotak P3K yang penuh dengan benda-benda asing. Ia hanya tahu beberapa diantaranya, seperti plester, obat merah, kapas, antiseptik dan gunting. Semua itu yang diambil Chanyeol dan diletakkan di atas ranjang, smenetara lainnya berserakan di lantai linoleum bawah.

“Memangnya guru kesehatan di mana?” Baekhyun bertanya saat melihat Chanyeol menggeret sebuah kursi lipat dan memposisikannya di dekat ranjang dan wastafel.

“Aku tidak tahu, tapi biasanya ada di sini,” Chanyeol mengangkat bahu tak peduli, lalu menoleh pada Baekhyun. “Sini. Kau harus mencuci tanganmu dulu.”

Baekhyun melihat telapak tangannya yang masih kotor berdebu, lalu melihat kran air yang telah menyala, dan menggeleng. “Itu pasti akan sakit sekali,” gumamnya.

Chanyeol terdiam, berpikir sehingga membuatnya melirik ke atas dengan kening berkerut dan bibir mengerucut. Ia ingin mencoba membujuk Baekhyun, tapi tahu tak akan berhasil dengan ancaman atau paksaan. Jadi dia hanya menghela nafas.

“Kau tahu, Baekhyun-ah,” Chanyeol memutar kembali kran dan menghentikan air, mencoba berbicara pelan-pelan. “Kalau tidak dibersihkan, lukamu bisa terinfeksi.”

“Aku tidak takut terinfeksi,” Baekhyun menatap Chanyeol polos.

“Bukan itu poinnya,” Chanyeol menghela nafas. Tampaknya ia harus memikirkan cara lain. Kemudian dia teringat kalau tadi ia juga terjatuh.

Chanyeol menggulung lengan pakaian dan melihat telapak tangannya sendiri. Ia tersenyum mendapati ia juga terluka dan berdarah seperti Baekhyun.

“Lihat ini,” Chanyeol menyeringai pada Baekhyun seraya menunjukkan telapak tangannya. “Gara-gara kau aku juga terluka.”

Mata Baekhyun membesar lagi, tapi sebelum anak itu sempat berkata apa-apa, Chanyeol menyelanya.

“Jadi kita sama-sama sakit dan ingin sembuh kan?” Chanyeol mengangkat alis. “Ayo sembuh bersama kalau begitu, kau mau?”

Baekhyun melihat telapak tangannya sendiri, lalu Chanyeol, lalu mereka berpandangan.

“Ayo,” Chanyeol mengangguk.

“Tapi aku takut,” gumam Baekhyun.

“Kau tidak akan takut karena aku ada di sampingmu,” Chanyeol mengoreksi. “Ayo, Baekhyun-ah.”

Baekhyun sedikit tersentak karena Chanyeol tiba-tiba sudah menapak di atas ranjang, memeluknya dari belakang dan mengangkatnya berdiri. Si Ikal itu tentu saja dengan mudah melakukan semuanya. Baekhyun merasa aneh dan dia tidak tahu kenapa jantungnya terasa berdetak lebih cepat dibanding tadi.

“Sini,” dan Chanyeol sudah menyalakan kembali kran air, membasuh tangannya dan tangan Baekhyun yang ada dalam genggamannya.

Baekhyun memejamkan mata erat. Dia bisa merasakan rasa perih dan sakit menusuk-nusuk, apalagi air yang mereka pakai bukan air hangat, melainkan air sedingin es. Tapi Baekhyun mendengar suara tawa Chanyeol dan dia membuka matanya perlahan, mengintip.

Di sampingnya, Chanyeol tertawa kesenangan karena beberapa tetes air memercik ke arah mereka. Dia memalingkan wajah, tapi air masih bisa membuat wajahnya cukup basah. Jadi, melirik ke arah Baekhyun, Chanyeol menyeringai jahil dan mencipratkan beberapa ke arah anak itu.

“Uwah!” seru Baekhyun terkejut. “Ah! Dingin!”

“Aku tahu!” tawa Chanyeol. “Sudah merasa lebih baik?”

Baekhyun tetap menghindari percikan air dari Chanyeol, tapi tak urung ikut tertawa dan rasa nyeri di tangannya berangsur menghilang. Ia membalas Chanyeol dan mereka malah bermain air.

“Apa yang kalian lakukan?”

Baik Baekhyun maupun Chanyeol langsung berhenti tertawa dan menoleh. Baekhyun melihat siluet seorang anak yang lebih besar di ambang pintu, memasukkan tangan ke dalam saku jaket dan menghadap ke arah mereka. Ketika anak itu mengambil selangkah lebih maju, wajahnya langsung disinari cahaya lampu dan Baekhyun ternganga.

Ia melihat seorang anak berambut hitam dengan kulit tan namun pucat menatapnya datar. Tampaknya ia lebih tua beberapa tahun, mungkin sebaya dengan Do hyungnya. Baekhyun menutup mulutnya saat anak itu melirik Chanyeol yang berdiri di sampingnya dengan gugup setelah mematikan kran air.

“Ah, Park Chanyeol,” anak itu mengangkat satu tangannya. “Kau berencana membuat kekacauan lagi?”

“Aniyo, hyung,” Chanyeol menyeringai. “Err.”

“Siapa anak itu?” sosok yang Chanyeol panggil hyung lagi berkata, kali ini menatap Baekhyun lebih intens. “Temanmu?”

“Yap,” Chanyeol mengangguk, lalu menoleh pada Baekhyun. “Baek-ah, ini Kai hyung, dia di kelas satu SD sebelah.”

“Annyeong, hyung,” Baekhyun menundukkan badan beberapa derajat. “Aku Byun Baekhyun.”

“Ah, jadi ini Baekhyun,” Baekhyun melihat Kai tersenyum kecil padanya, lalu ekspresinya kembali datar. “Kau tahu aku muak mendengar ocehan Chanyeol tentangmu sejak minggu lalu. Dia begitu bersemangat bisa bertemu denganmu.”

Mata Baekhyun membesar, sementara di sisinya, Chanyeol sudah tersentak.

“Hyung! Kau berjanji tidak mengatakan apa-apa soal itu!” lengking Chanyeol.

“Lay dan Suho mungkin berjanji, aku tidak,” Kai menggelengkan kepalanya. “Baiklah, kelihatannya aku hanya mengganggu kalian berdua. Lanjutkan saja apa yang akan kalian lakukan, asal jangan terlalu basah.”

“Hyung!” pekik Chanyeol lagi ketika Kai mengucapkan kalimat terakhirnya dengan ekspresi setan.

Kai melambaikan tangan dan berbalik, melenggang pergi dengan santai.

“Baekhyun-ah, jangan dengarkan dia ya,” Chanyeol menghela nafas. “Kai hyung agak aneh belakangan ini, sejak minggu lalu. Dia jadi lebih menakutkan.”

Baekhyun menatap Chanyeol dan mengerjap. “Apa katanya tadi? Benarkah kau sangat bersemangat akan bertemu denganku?”

“Sudah kubilang jangan mendengarkan omongannya!” jerit Chanyeol, membuat Baekhyun memejamkan mata karena tiba-tiba telinganya sakit. “Kau kan tidak perlu tahu apa-apa!”

“Tapi―”

“Sudah, diam saja!” bentak Chanyeol.

Baekhyun tersentak dan mengerjap. Dia melihat ekspresi marah Chanyeol dan tiba-tiba sosok itu tampak menakutkan dimatanya. Ketika ia rasa air matanya sudah menggenang dan tenggorokannya sakit lagi karena menahan tangis, Baekhyun menunduk.

Sedangkan Chanyeol tersadar atas apa yang baru ia lakukan dan rasa bersalah menghantuinya. Ia tahu Baekhyun terluka dan anak itu mungkin akan menangis sekarang…

…oh, ralat, anak itu sudah menangis.

“A-aku minta maaf,” gumam Baekhyun terbata, tak berani menatap Chanyeol yang berdiri di depannya. “Aku tidak tahu kalau itu akan membuatmu marah….”

“Tidak, tidak,” Chanyeol melunakkan suaranya dan berusaha menenangkan Baekhyun, tapi tak tahu bagaimana. “Kau…kumohon…duh, jangan menangis seperti itu.”

“Aku tidak menangis,” bantah Baekhyun, namun tangannya jelas-jelas terangkat untuk mengusap air mata dari pipinya. Ia lupa tangannya masih terluka dan terkena air mata yang asin, lukanya bereaksi dan bertambah perih.

Tak bisa menahan dirinya lebih lama lagi, Baekhyun benar-benar menangis.

“Huwaaaa,” dia mengangis keras. “Sakiiiiit!!”

“Ah!! Kumohon berhentilah menangis,” Chanyeol dengan panik mengatupkan kedua tangannya, namun Baekhyun tetap menangis keras, dan jatuh terduduk.

“Uwaaah,” tangisnya berlanjut.

“Sudah,” gumam Chanyeol pelan. Tanpa pikir panjang, ia berlutut di depan Baekhyun dan tanpa aba-aba mengalungkan lengannya di sekitar leher Baekhyun, memeluk anak itu. “Jangan menangis lagi,” bisiknya tenggelam di bahu Baekhyun.

“Ukh?” Baekhyun merasa kaget karena Chanyeol memeluknya tiba-tiba. Ia ingin menoleh menatap si Ikal namun anak itu bertambah erat memeluknya dan yang ia bisa hanya mencium aroma sampo dari rambut Chanyeol.

“Ssh,” Chanyeol masih mendesis menenangkan di sana.

Baekhyun bergeming. Tiba-tiba ia merasa begitu nyaman dengan posisi mereka. Do hyung juga selalu membiarkan dirinya dipeluk oleh Baekhyun kapanpun ia mau dan merasa butuh, tapi sekarang, seseorang memeluknya tanpa diminta ketika ia kesakitan.

Rasanya menyenangkan.

“Chanyeol-ah?” panggil Baekhyun pelan. “Aku sudah tibak apa-apa….”

Chanyeol terasa bergeming dan dia menarik dirinya, menatap langsung ke mata Baekhyun.

“Benarkah?” tanyanya memastikan dengan cara yang membuat Baekhyun tak bisa menahan tawanya.

“Ne~” jawabnya singkat, namun cukup memberi Chanyeol kelegaan yang ia butuhkan. “Terima kasih.”

“Tidak-tidak, aku yang minta maaf sudah memarahimu,” Chanyeol menggeleng. “Uhm. Jadi… kau memaafkanku?”

Baekhyun mengangguk kecil. Lagipula apa yang bisa ia lakukan selain itu?

Namun apa yang dilakukannya membuat Chanyeol tersenyum.

“Kalau begitu, kita selesaikan ini dan segera kembali ke kelas, oke?” Chanyeol  nyengir kuda dan mengacak rambut Baekhyun seolah mereka begitu akrab seperti kakak beradik.

Baekhyun hanya tertawa dan mengangguk lagi.

Ia hanya tak tahu kenapa tapi dia yakin dia menyukai Chanyeol di sisinya, seperti itu.

***

Ketika jam makan siang berlangsung di taman bermain, Chanyeol menggandeng Baekhyun ke arah pojok taman di dekat kotak pasir dan jungkat-jungkit sambil menjinjing kotak bekal mereka. Di sana ada bangku kayu mini yang cukup panjang seperti di kantin, namun terbuat dari kayu dan sudah hampir penuh oleh beberapa anak laki-laki.

Baekhyun tidak merasa takut karena ada Chanyeol di sampingnya. Terlebih ketika melihat beberapa sosok yang ia kenal, seperti Chen, Chris, dan Kai hyung.

“Hai!” sapa Chanyeol riang, langsung mengambil tempat duduk di samping Chen dan menarik Baekhyun agar duduk di sampingnya juga.

“Oh, Chanyeol-ah,” beberapa anak menyapanya juga, lalu menatap Baekhyun. “Ah, pasti kau Baekhyun itu kan?”

“Ne, hyung,” Baekhyun mengangguk malu karena hampir semua mata menatapnya sekarang. “Annyeong, aku Byun Baekhyun. Uhm…kuharap kita bisa berteman….”

“Tentu saja bisa,” Chen tertawa. “Oh ya, kenalkan, ini Xiumin temanku di kelas sebelah kita.”

Baekhyun tersenyum hangat pada anak berpipi tembam yang Chen kenalkan, dan anak itu, Xiumin, balas tersenyum ramah dan melambaik kecil.

“Untuk informasi saja, Baekhyun-ah, kami di sini sudah punya teman dekat sendiri, seperti aku dan Baozi,” Chen merangkul bahu Xiumin dan mencubit pipinya. “Ya kan?”

“Jangan dengarkan dia,” Xiumin menggelengkan kepalanya, namun tak urung tertawa ketika Chen merengut di sisinya.

“Kalau itu Tao-chan, pasangan Chris-kun,” tunjuk Chen pada anak di sebelah Chris, di seberang mereka. Baekhyun menatap ke arah jari Chen menunjuk dan melihat seorang anak berambut hitam pendek dan memiliki kantung mata kecil hitam di bawah matanya, membuatnya tampak seperti panda. Dia tersenyum pada Baekhyun dan mereka saling mengangguk.

“Sudah kubilang jangan memanggilnya begitu,” Chris bergumam dingin, tetap menyuapkan makanan ke mulutnya.

“GeGe, biarkan saja,” Tao tertawa halus. “Oh ya Baekhyun-ah, aku sekelas dengan Xiumin-ah.”

Baekhyun mengangguk.

“Kalian boleh memperkenalkan diri tapi biarkan dia makan siang juga,” Chanyeol menginterupsi dengan raut wajah kesal. “Kalian tidak tahu kami tadi lelah sekali…uh.”

“Ya, lelah, padahal yang kau lakukan di UKS hanya bermain,” Kai berkomentar.

“Hyung,” rengek Chanyeol.

“Dasar anak kecil,” dengus Kai. “Andai kau bukan adikku, sudah kutinggal dari tadi.”

“Kalian bersaudara?” Baekhyun bergumam terkejut. “Tapi…kalian tidak begitu mirip….”

“Kami saudara adopsi,” Chanyeol menjelaskan, entah kenapa tanpa nada sedih dalam suaranya. “Orangtua angkat kami mengangkat kami sejak masih umur beberapa bulan dan menyekolahkan kami di sini. Tapi mau bagaimanapun Kai hyung tetap kakakku.”

“Ah,” Baekhyun mengangguk-angguk, lalu tersenyum. “Aku juga punya kakak di panti asuhan. Namanya Do Kyungsoo tapi aku memanggilnya Do hyung, atau D.O hyung.”

“Chinja?” beberapa anak merespon bersamaan, terlihat terkejut.

“Jadi… mmhm, maaf, kalian tak punya orangtua?” tanya Chris pertama kali.

“Orangtua D.O hyung menitipkannya karena tak ada biaya,” terang Baekhyun, hanya mengaduk-aduk bekalnya. “Sementara orangtuaku meninggal karena kecelakaan pesawat. Hanya aku yang selamat… begitulah yang kutahu.”

“Oh…,” Tao mengangguk-angguk. “Maaf.”

“Tidak apa-apa,” Baekhyun tersenyum. “Do hyung selalu bilang aku tidak boleh bersedih karena aku masih punya dia disisiku, jadi segalanya akan baik-baik saja selama kami bersama.”

“Kau juga punya aku,” gumam Chanyeol pelan, namun tetap terdengar di sepanjang meja.

Baekhyun menatap Chanyeol yang masih menyuap, namun tahu si rambut ikal itu bersungguh-sungguh atas ucapannya dan membuatnya terharu.

“Kami juga,” Chen tiba-tiba mengangkat tangannya dan Xiumin, membuat semua menoleh dan menatap mereka.

“Kami juga,” Tao mengikuti, mengangkat tangannya dan Chris.

“Aku juga,” Kai mengangkat tangannya.

“Oh ya, kami juga,” dua anak lain di sebelah Tao mengangkat tangan, meski belum Baekhyun kenal, namun sikap mereka manis sekali dan membuatnya tersentuh.

“Kami ikut,” dan dua anak terakhir di seberang Kai duduk mengangkat tangan mereka, tersenyum hangat.

“Karena kita satu dan saling memiliki, kau tidak perlu khawatir,” satu diantara mereka berkata.

“Terima kasih, semuanya,” Baekhyun menundukkan kepala dan merasa pertahanannya akan jebol, namun ia menahannya sekuat tenaga agar tak terlihat begitu cengeng.

“Lihat apa yang kau lakukan, Suho hyung! Kau membuatnya menangis!” seru seseorang di samping Tao, menunjuk Baekhyun namun menatap orang di depannya.

“Berhenti menyalahkanku, Lay,” jawab anak bernama Suho tersebut. “Dia memang tipe yang gampang tersentuh seperti Luhan.”

“Juga jangan membawa-bawa aku!” anak lain di sebelah Kai berseru begitu mendengar namanya disebut. “Aku kan tidak berkata apa-apa, ya kan Sehun-ah?” ia meminta dukungan pada temannya yang duduk di sebelah Baekhyun.

“Ah, tenang Lulu,” Sehun tertawa kecil.

“Jangan memanggilku Lulu di depan Baekhyun-ah! Aku malu, kau tahu?!” Luhan mulai memekik seperti anak perempuan dan itu menghibur Baekhyun.

Dia tertawa, lalu diikuti Chanyeol, dan satu meja mulai tertawa bersama.

Tawa Baekhyun mereda setelah beberapa saat dan dia menangkap satu sosok yang ia kenal sedang berada di area taman sekolah. Baekhyun melebarkan mata terkejut, lalu bangkit tiba-tiba.

“D.O hyung!” ia melambai dan berteriak.

Seorang anak berambut hitam langsung menoleh dan balas melambai, segera berlari ke arah Baekhyun. Semua orang di meja menoleh ke arah Baekhyun melihat, dan entah kenapa, Kai sampai berdiri.

“Ah, Baekhyun-ah, aku dapat kabar kau terluka,” kakak Baekhyun, D.O, berusaha mengatur nafas, terengah dan bertumpu pada lututnya di belakang punggung Kai, lalu mendongak.

“Ah, kau!” seru D.O dengan mata membulat lucu pada Kai. “Yang waktu itu membantuku… terima kasih!”

“Sudahlah,” Kai menjawab, tahu pasti tatapan bingung teman-teman, terlebih adiknya dan Baekhyun di belakang. Maka ia keluar dari tempat duduknya dan menarik D.O mendekat.

“Aku tidak tahu adikmu bersekolah di sini,” kata Kai, menyuruh Luhan pindah ke samping Sehun hanya dnegan isyarat tangan dan memberi tempat duduknya pada D.O di sebelah Chris. “Dan waktu itu aku belum tahu namamu, jadi… yeah, aku Kim Jong In tapi panggil saja aku Kai, salam kenal.”

“Aku Do Kyungsoo, kau bisa memanggilku D.O,” D.O menyeringai kecil, lalu menatap anak-anak di sekelilingnya. “Ah, annyeong, aku kakak Baekhyun, D.O. Kuharap dia tidak merepotkan….”

“Sama sekali tidak,” secara simultan satu meja menjawab termasuk Kai, kecuali Baekhyun yang duduk kembali dengan pipi merona.

“Benarkah? Itu melegakan,” D.O tertawa kecil. “Dan…um, Hyun-ah, kau baik-baik saja? Guruku ditelpon gurumu kalau kau terluka….”

“Aku terjatuh,” Baekhyun mengangkat telapak tangannya dan menunjukkan luka-luka yang sudah tertutup oleh plester bercorak. “Hanya lecet, dan Chanyeol merawatku. Dia baik sekali,” Baekhyun meenggoyangkan lengan Chanyeol yang terus makan di sebelahnya.

“Benarkah?” D.O langsung cerah. “Wah, Chanyeol-ah, terimakasih banyak, pasti sangat merepotkan….”

“Tidak,” Chanyeol menjawab cepat. “Baekhyun-ah sangat menyenangkan. Aku suka bisa menemaninya.”

Tiba-tiba satu meja menatap Chanyeol, termasuk tatapan datar Chris, tatapan ‘dasar-bodoh’ dari Kai, tatapan tak mengerti D.O dan tatapan terkejut Baekhyun.

“Ah, uhm,” Chanyeol kehilangan muka dan menunduk. “K-kalian tahu apa maksudku….”

“Aku tidak,” tiba-tiba Chen berkata dan menyeringai di sampingnya, membuat Chanyeol melirik anak itu dan menggembungkan pipi.

“Yah, salahmu kau tidak mengerti,” Chanyeol menjulurkan lidahnya.

“Sudahlah, kalian berdua,” sela Suho dari ujung. “Kita makan saja. D.O-ah, kau mau ikut makan?”

“Ah? Oh, baiklah, aku sudah izin pulang dari sekolahku,” D.O duduk dan melepas ranselnya.

“Kau bisa makan bekalku kalau mau,” Kai membuka kotak makannya dan menggeser benda itu ke depan D.O.

“Kau sendiri tidak makan?” D.O menatap Kai heran.

“Dia jarang makan,” Luhan menanggapi. “Dan tumben dia mau berbagi.”

“Biasanya Kai hyung memilih memberikan bekalnya ke kucing ketimbang dibagi ke kami,” sambung Sehun dengan cekikikan.

“Kalian tidak bisa tutup mulut saja?” Kai memberi dua anak itu tatapan membunuh yang sama.

“Tidak,” jawab HunHan serempak, dan membuat satu meja tertawa lagi.

“Jangan perhatikan mereka,” Kai menggerutu dan duduk di samping D.O, mengulurkan tangan ingin satidaknya mencakar Luhan, namun dengan gesit Sehun merangkul pasangannya dan mereka menjulurkan lidah bersama.

“Teman-temanmu asyik dan lucu,” D.O masih menyeringai.

“Oh, coba saja katakan hal itu lagi begitu kau kenal mereka lebih dalam,” dumal Kai.

“Kau juga lucu, Kai,” D.O tertawa dan refleks mencubit kedua pipi Kai dan tertawa. Namun tak lama D.O tersadar dan melepaskan tangannya, merasa kikuk.

“Ah, maaf, aku biasanya mencubit pipi Baekhyun jadi….”

“Aku tidak keberatan,” senyum Kai meski ia mengusap kedua pipinya.

“Kau yakin?” D.O masih khawatir. “Pipimu memerah….”

“Itu bukan karena dia kesakitan, percayalah,” ejek Chanyeol yang langsung ditanggap Chen dan anak lain, membuat Kai makin merah.

“Tapi kalian belum bercerita awal kalian saling mengenal… hyung?” panggil Baekhyun, secara tak langsung menyelamatkan Kai dari rasa malu yang dapat membuatnya mati. “Apa yang terjadi?”

“Oh, itu,” D.O menepukkan tangannya. “Minggu kemarin kami bertemu di sini… saat itu aku sedang kebingungan karena tidak tahu dimana letak kantor administrasinya untuk mendaftarkanmu, dan aku bertemu Kai.”

“Ini,” Kai tampaknya tak mendengarkan cerita D.O, menyodorkan sepotong sandwich pada D.O. “Kalau kurang kau bisa minta lagi.”

“Yeah, gomawo Kai,” D.O tersenyum manis, menerima roti lapis isi tersebut dari tangan Kai. Jemari mereka terlihat bersentuhan, dan Kai langsung menarik tangannya. Namun itu semua tak luput dari pandangan teman-temannya yang jahil dan ingin tahu.

“Ehm,” Chris bahkan berdehem dengan Tao menahan tawa di bahunya.

“Eh? Ada apa?” D.O mengedarkan pandangan, namun hanya menemukan nyaris semua anak menunduk menahan tawa atau menatapnya diam-diam. Nyaris, karena Baekhyun hanya mengangkat bahu, sama tak mengertinya ketika kakak-beradik itu berpandangan.

“Bagaimana kau bisa ditolong oleh Kai hyung?” tanya Chanyeol penasaran. “Setahuku hyung bukan tipe anak ramah yang bakal senang hati menunjukkan arah pada orang asing.”

“Benarkah begitu?” D.O mengangkat alis terkejut, dan kini anak-anak bisa melihat apa yang istimewa dari dirinya. Ketika D.O terkejut atau membesarkan mata, matanya benar-benar membulat beberapa kali lipat, begitu juga mulutnya, dan kadang dengan bibir setengah terbuka.

Bagi mereka itu benar-benar ekspresi yang berharga, begitu lucu, tapi lain bagi Kai.

“Waktu itu aku hanya tak sengaja melihatnya berdiri menatapku… jadi kupikir dia bisa kutanyai, dan aku benar,” D.O nyengir kuda.

“Ah, aku tahu,” Xiumin mengangkat tangan. “Kau pasti sedang kebingungan saat itu, melihat ke atas terus kan?”

“Ya! Bagaimana kau bisa tahu?” D.O berseru, lalu menghela nafas. “Ah, saat itu menakutkan sekali, orang dewasa dimana-mana, tak ada yang melihat ke bawah. Aku kan hanya setinggi lutut mereka.”

“Aku bisa membayangkan ekspresimu saat itu,” Tao mengangguk-angguk.

“Jeongmal?” dan lagi-lagi ekspresi itu, kedua mata dan mulut membulat yang lucu.

Baekhyun bisa mengerti sekarang apa yang menghibur mereka dan kenapa Chanyeol juga tertawa di sampingnya. Dia mengulum senyum, menikmati kebersamaan mereka dan menyantap makan siangnya dengan lahap.

“Kau tahu, Baekhyun-ah,” tiba-tiba disaat yang lain tertawa dan sibuk bercanda, Chanyeol mencondongkan tubuhnya dan berbisik dengan telinganya. “Aku senang kau datang ke sekolah ini.”

Baekhyun menoleh ke samping dan terdiam ketika menyadari jarak antara mereka nyaris putus. Tapi dia bergeming, sementara Chanyeol juga terdiam, namun dia melirik ke bawah.

Tangan mereka yang sama-sama penuh luka dan plester bertautan lagi.

“E-eh?” Baekhyun menatap tangan mereka dan menatap Chanyeol, tapi anak itu sudah menghadap ke depan dengan wajah yang sama merah dengan miliknya. “Um….”

“Katakan sesuatu,” gumam Chanyeol. “Apapun.”

Dan Baekhyun tersenyum.

“Ne, Chanyeolie,” dia berkata riang, “aku juga sangat senang kau ada di sini bersamaku.”

Kalimat itu membuat Chanyeol nyengir kecil, dia berusaha menutupinya dengan punggung tangan kiri namun tak bisa. Baekhyun tertawa melihat kelakuan childish anak itu dan mereka saling menatap, sebelum berakhir dengan sama-sama tertawa bersama yang lain meski karena alasan berbeda. Hari itu benar-benar berakhir indah.

Terlebih bagi Baekhyun dan Chanyeol, hari itu luar biasa menyenangkan.

AUTHORIZATION

Pen Name             : Catalien S. S.

Initial Name          : M. K.

Email                      : hinim_c@yahoo.co.id

Home                     : Jl. Kebonsari Baru Selatan V/7

5 thoughts on “[FANFIC CONTEST] EXOKids #3

Leave a reply to Mrs zhang Cancel reply